Dalam strategi pemasaran, brand ambassador biasanya diposisikan sebagai “wajah” sebuah merek. Mereka bukan cuma tampil di iklan, tapi membawa cerita, nilai, dan aspirasi yang ingin brand tunjukkan ke konsumen. Itu sebabnya kehidupan pribadi seorang ambassador sering kali jadi perhatian. Dan ada satu risiko besar yang jarang diantisipasi: perceraian publik.
Oleh Mia Fatimah
Gugatan cerai Pratama Arhan terhadap Azizah Salsha banyak menjadi perbincangan publik. Pasangan muda ini sempat jadi darling banyak brand. Mereka merepresentasikan citra sebagai cinta muda, keluarga idaman, sampai lifestyle sehat. Tak heran kalau kolaborasi mereka merambah dari fashion sampai F&B. Tapi begitu kabar retaknya rumah tangga mencuat, pertanyaan pun muncul: bagaimana nasib brand yang sudah terlanjur melekat dengan narasi pasangan ini?
Kalau kita menengok ke luar negeri, fenomena seperti ini bukan hal baru. Perceraian selebritas yang jadi sorotan publik terbukti bisa mengguncang persepsi konsumen bahkan nilai saham brand. Ada beberapa contoh besar yang sering dijadikan referensi:
Tiger Woods (2009)
Kasus Tiger Woods adalah textbook example. Skandal perselingkuhan yang mencuat pada 2009 membuat sponsor besar seperti Accenture, AT&T, Gatorade, dan Tag Heuer buru-buru memutus kontrak. Nike memilih bertahan, tapi citra Woods tetap terpukul.
Sebuah laporan (Morain, 2009) menghitung perusahaan sponsor Woods bahkan kehilangan sekitar 5-12 miliar dolar AS nilai pasar saham beberapa hari setelah skandal tersebut. Sementara Business Insider (2010) mencatat Woods kehilangan hampir 22 juta dolar AS dari pendapatan sponsor hanya dalam satu tahun.
Song Joong Ki & Song Hye Kyo (2019)
Pasangan “Song-Song Couple” pernah dianggap power couple Korea. Mereka menjadi wajah brand besar seperti Shilla Duty Free, Hyundai, dan VIVO. Popularitas mereka melambangkan cinta ideal dan pasangan harmonis.
Namun pada Juli 2019, hanya 20 bulan setelah menikah, mereka mengumumkan perceraian. Dampaknya cepat terasa: kontrak iklan diputus lebih awal, dan brand harus buru-buru repositioning. Salah satu produk peralatan rumah tangga (2019) yang menggunakan jasa Song Hye Kyo, termasuk yang menghentikan kerjasama. Tidak hanya itu, sejumlah industri periklanan di Korea disebut tengah menimbang-nimbang kontrak aktris tersebut setelah perceraian dia dengan Joong-ki jadi pemberitaan besar (2019).
Brad Pitt & Angelina Jolie (2016)
Pasangan “Brangelina” pernah jadi simbol glamor sekaligus family goals. Mereka membintangi kampanye untuk Chanel, Guerlain, hingga Louis Vuitton. Jolie bahkan jadi wajah ikonik parfum Guerlain.
Saat mereka mengajukan perceraian pada 2016, brand yang mereka bangun bersama, Château Miraval, sebuah estate anggur mewah dan produksi anggur botolan di Provence, Prancis, menimbulkan masalah. Sengketa muncul atas kepemilikan 50% saham Jolie, yang pada 2021 -bertahun-tahun setelah melayangkan gugatan cerai- dijualnya secara diam-diam ke Tenute del Mondo (anak perusahaan Stoli Group) tanpa persetujuan Pitt (2025).
Benang merahnya apa?
Dari tiga kasus di atas, ada pola yang bisa kita tarik:
Brand dengan positioning keluarga paling rawan: Kalau identitas brand terlalu melekat dengan narasi pasangan harmonis, perceraian bisa langsung menghantam asosiasi positif yang sudah dibangun.
Reputasi personal bisa jadi liability: Semakin besar hubungan antara brand dan kehidupan personal ambassador, semakin besar pula risiko yang ditanggung brand saat kehidupan pribadi sang ambassador berubah.
Kecepatan brand dalam merespon sangat menentukan: Brand yang cepat ubah strategi komunikasi bisa membatasi kerugian, sementara yang lambat biasanya kehilangan momentum (meski dampaknya bisa bervariasi).
Relevansinya buat brand di Indonesia
Kita tahu konsumen Indonesia punya kedekatan emosional yang besar dengan narasi keluarga. Jadi wajar kalau perceraian pasangan publik bisa ikut mengguncang persepsi terhadap brand yang mereka wakili.
Apa yang bisa dilakukan brand? Di sinilah market research memainkan peran penting. Dengan riset yang mendalam, brand bisa:
Penutup
Menggandeng pasangan publik memang bisa membawa engagement tinggi. Tapi ada risiko besar yang harus disadari sejak awal. Dari Tiger Woods sampai Brangelina, kita belajar dampaknya bukan sekadar gosip tabloid, tapi bisa berujung pada miliaran dolar kerugian dan repositioning mendadak.
Kuncinya ada di kesiapan. Brand yang punya data, pemetaan risiko, dan playbook komunikasi akan jauh lebih tangguh menghadapi krisis.
Jadi, sebelum brand Anda menunjuk ambassador berikutnya, pastikan keputusan itu berbasis riset yang kuat. Karena market research bukan cuma soal tren, tapi juga soal antisipasi risiko yang sering kali tidak terlihat di permukaan.
Email: marketing@proximaresearch.co.id
Contact: +6282299988600