Kami kerap terlibat riset properti, termasuk bekerja sama dengan developer besar di Indonesia. Belakangan ini, sering terpikirkan soal satu fenomena yang makin ramai dibicarakan: flat house. Tren ini seperti muncul tiba-tiba, tapi rasanya punya potensi besar buat mengubah peta bisnis properti di Jakarta.
"Beli rumah di pusat Jakarta? Ah, mimpi kali."
Kalimat ini sering kami dengar dari rekan-rekan Gen Z. Dan jujur, wajar sekali. Harga rumah tapak di Menteng sekarang bisa tembus Rp3 sampai Rp27 miliar (detikcom, 2025). Sementara rata-rata penghasilan Gen Z? Masih di bawah Rp2,5 juta per bulan. Jadi punya rumah di tengah kota? Rasanya kayak ngejar fatamorgana.
Tapi Gen Z bukan tipe yang gampang nyerah. Mereka cari jalan lain supaya tetap bisa tinggal di pusat kota tanpa harus terusir ke pinggiran. Salah satu cara yang muncul: flat house, rumah bertingkat hasil patungan di lahan kecil.
Awalnya banyak yang bilang ini cuma ide liar anak muda. Tapi kalau dilihat lebih dalam, flat house bisa jadi game changer dunia properti di Jakarta. Pertanyaannya: Buat developer, ini ancaman… atau peluang baru?
Lahirnya Tren Flat House: Kreativitas di Tengah Keterbatasan
Gen Z dikenal sangat urban. Mobilitas, waktu, relasi sosial, semua jadi prioritas. Tapi realitanya, 64,4% Gen Z masih mimpi punya rumah tapak (Laporan Riset 99 Group dalam pajak.go.id, 2023). Sayang, harga tanah di kota bikin mimpi itu makin jauh. Contoh simpel: rumah tapak tipe 21, paling kecil, sekarang mulai Rp250 juta. Itu pun di pinggiran. Di Menteng? Harga melambung ke miliaran rupiah.
Di sinilah kreativitas Gen Z muncul. Mereka bangun flat house bareng-bareng lewat koperasi. Modal dikumpulkan, lahan kecil dibeli, lalu bangun rumah bertingkat yang dibagi unit-unit. Bukan wacana, buktinya sudah ada.
Flat Menteng: Bukti Flat House Bukan Sekadar Wacana
Contoh nyata? Flat Menteng. Dibangun sejak Juli 2023 di atas lahan 280 m², empat lantai. (news.detik.com, 2024).
Apa yang bikin Flat Menteng beda?
Harga? Total biaya yang dikeluarkan masing-masing unit/keluarga dan organisasi/kantor antara Rp 200-800 juta untuk luas 40-90 m2. Jauh di bawah harga rumah tapak di Menteng yang bisa puluhan miliar (news.detik.com, 2024).
Lokasi? Cuma 15 menit jalan kaki ke Bundaran HI. Dekat MRT, KRL, TransJakarta. Pas banget buat Gen Z yang benci macet dan suka ke mana-mana cepat (kami juga sih haha).
Biaya bangun? Rp8 juta per m². Lebih rendah dari rata-rata pembangunan empat lantai di Jakarta yang bisa Rp11,6 juta per m² (bbc.com, 2025).
Gaya hidup? Flat Menteng bukan sekadar tempat tinggal. Ada ruang komunal, kafe, bahkan toko buku komunitas (Komunitas Bambu). Penghuni lintas generasi, mulai dari Gen Z, Milenial, Gen X, Boomer, total 12 orang dari 7 keluarga. Semuanya dikelola lewat Koperasi Serba Usaha Flat Menteng (news.detik.com, 2024).
Landasan Hukum: Pergub No. 31/2022
Dulu, bangun rumah susun di Jakarta wajib di lahan minimal 3.000 m². Berat banget buat komunitas kecil atau koperasi. Harga tanah di kota? Selangit.
Pergub No. 31 Tahun 2022 mengubah peta. Kini rumah flat bisa dibangun di lahan 250–800 m². Artinya, kelompok kecil bisa punya hunian bertingkat di lokasi strategis tanpa harus punya lahan super luas. Inilah salah satu pintu munculnya Flat Menteng dan tren flat house yang mulai menggoda Gen Z.
Kenapa Flat House Digandrungi Gen Z?
Flat house nggak tiba-tiba muncul. Ada alasannya kenapa Gen Z kepincut model ini.
Pertama, lokasi strategis. Tinggal di pinggir kota memang lebih murah. Tapi ongkos transportasi dan waktu tempuh? Capek banget, apalagi di Jakarta. Flat Menteng? 15 menit jalan kaki ke pusat kota. Hemat waktu, hemat ongkos.
Kedua, harga lebih bersahabat. Flat house pakai sistem koperasi. Modal dikumpulkan bareng, proyek dikelola bareng, beli unit pun lewat kesepakatan anggota. Banyak biaya yang bisa ditekan. Di Flat Menteng, biaya konstruksi cuma Rp8 juta per m². Rahasianya:
Imanuel Gulo (32), penghuni Flat Menteng, beli unit 53 m² seharga Rp700 juta. Iurannya? Sekitar Rp1,2 juta per bulan, sudah termasuk sewa lahan, biaya lingkungan, tabungan koperasi (bbc.com, 2025).
Ketiga, gaya hidup komunitas. Gen Z suka kolaborasi (Kronos dalam Sakitri, 2019). Flat house kasih ruang interaksi, ruang bersama, bahkan tempat nongkrong. Rumah bukan cuma tempat tidur, tapi ekosistem sosial.
Keempat, sustainability. Flat Menteng dirancang dengan ventilasi silang. Banyak ruang nggak perlu AC. Hemat listrik, lebih hijau, pas banget dengan tren sustainability yang digemari Gen Z (PwC dalam Kompas, 2025).
Tantangan di Balik Tren Flat House
Tentu flat house bukan tanpa masalah. Ada beberapa tantangan yang harus dihadapi.
KPR? Masih susah. Banyak bank belum mau kasih KPR ke flat house berbasis koperasi. Status kepemilikannya sering cuma hak sewa atau hak bersama, belum Sertifikat Hak Milik Strata Title atau Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS). Berat buat Gen Z yang penghasilannya mepet.
Regulasi? Masih belum seragam. Pergub No. 31/2022 memang membuka jalan, tapi pelaksanaannya di tiap wilayah beda-beda. Proses izin masih panjang, banyak instansi belum paham skema flat house di lahan kecil.
Preferensi budaya? 64,4% Gen Z masih mimpi rumah tapak. Buat banyak orang, rumah tapak masih dianggap lambang sukses. Flat house harus bisa meyakinkan bahwa hunian bertingkat juga bisa keren.
Ancaman atau Peluang Bagi Developer?
Menurut kami, justru sebaliknya. Ini peluang emas.
Pasar Gen Z gede banget. Mereka calon pembeli properti terbesar dekade mendatang. Tapi daya beli mereka masih terbatas. Flat house membuktikan ada permintaan nyata akan hunian murah, strategis, dan fleksibel. Developer bisa bikin produk serupa, unit 40–90 m² misalnya, yang sesuai preferensi Gen Z (kompas.id, 2023).
Kolaborasi dengan koperasi? Kenapa nggak? Developer bisa:
Semua ini bisa jadi sumber pendapatan baru.
Inovasi produk? Developer bisa bikin konsep hybrid:
Skema kepemilikan? Developer bisa adopsi model koperasi:
Solusi banget buat Gen Z yang susah nabung DP KPR.
Efisiensi dan sustainability? Flat house sudah buktikan lahan kecil pun menguntungkan. Biaya lebih murah. Developer bisa pakai desain modular (properti.kompas.com, 2023) supaya biaya tetap terkendali. Sustainability juga nilai jual penting buat Gen Z.
Flat House: Masa Depan Properti Jakarta?
Flat house bukan lagi sekadar wacana. Setelah Menteng, proyek serupa sudah direncanakan di Matraman, Pancoran, dan beberapa kawasan lain. Rujak Center for Urban Studies bahkan getol mendorong model ini (rujak.org).
Flat house bisa jadi solusi:
Jadi Semua Kepingan Puzzle Sudah Ketemu
Jadi semua kepingan puzzle-nya sudah ketemu, kan? Tren flat house nyata, keuntungan buat Gen Z jelas, dan peluang bagi developer juga terbuka lebar. Sekarang tinggal siapa yang cepat membaca sinyal zaman dan berani melangkah duluan. Flat house berpotensi menjadi masa depan properti Jakarta. Buat saya, ini panggilan untuk para pelaku industri, untuk berinovasi dan tidak hanya ikut arus.
Bagaimana menurut insight seekers? Flat house ini solusi masa depan, atau masih terlalu niche untuk berkembang luas? Yuk, tulis pendapatmu di komentar!